karangan Cahyadi Takariawan (Anggota Majelis Syuro PKS)
Terbitnya buku ini tak kalah kontroversialnya dengan poligami Aa Gym beberapa waktu lalu yang berakibat pesantren dan usaha bisnisnya makin sepi. Meski penulisnya menolak kalau ia menulis buku ini bukan lah karena faktor itu. Konon saking kontroversinya, buku ini sempat ditarik dari peredaran karena membuat gerah aktivis dan petinggi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Meski yang memberi pengantar buku ini adalah istri pertama Presiden partai tersebut, Sri Rahayu Tifatul Sembiring. Wajar saja karena buku ini ditulis oleh Ustadz Cahyadi Takariawan yang merupakan salah seorang anggota Majelis Syuro PKS. Majelis ini menempati posisi tertinggi dalam struktur partai yang berideologi Islam ini. Sementara sudah jadi rahasia umum kalau ikhwan partai ini lazim melaksanakan praktek poligami dengan tujuan untuk perluasan dakwah Islam. Mereka juga meyakini bila poligami merupakan solusi ideal relasi suami istri bila sang suami ”tergoda.”
Penulis mencoba mendekonstruksi pemahaman dan keyakinan sebagian besar koleganya di partai. Dalam pendahuluannya, penulis mengakui bahwa sebenarnya tema ini merupakan tema yang selalu dia hindari karena supersensitif bahkan hipersensitif. Menurutnya, menulis masalah poligami bukanlah wilayah aman untuk mengungkapkannya. Keputusan penulis untuk tetap menulis tema ini, tentulah sangat tidak populer. Bahkan cenderung menentang arus, atau mungkin juga menentang policy partai.
Sedari awal penulis menekankan bahwa ia menulis buku ini bukan dalam rangka menolak hukum atau ajaran Islam tentang poligami. Yang ia tolak adalah praktek poligami itu sendiri. Hal ini dikarenakan banyak fakta dan kasus yang akhirnya ia sendiri punya kesimpulan kalau poligami itu bukanlah solusi terbaik untuk menyelesaikan persoalan keluarga tapi malah menghancurkan institusi keluarga khususnya perempuan dan anak. Meski penulis mengakui pada kasus-kasus tertentu seperti menolong janda dan anak korban konflik, poligami tetaplah menjadi solusi. Tapi kenyataannya sangat jarang suami yang berpoligami karena alasan tersebut. Mayoritas berpoligami karena perempuan yang akan dijadikan istri selanjutnya itu lebih muda, lebih menarik, lebih pintar dan lebih segalanya dibanding istri terdahulunya. Buku ini banyak mengungkap data dan fakta yang didasarkan pada kasus-kasus praktek poligami yang memang menjadi kecenderungan partai dimana penulis terlibat dan dari pengaduan para kliennya karena profesinya sebagai konsultan pernikahan dan keluarga di Jogja Family Center (JFC).
Karena itulah penulis menyarankan agar suami membahagiakan dan memaksimalkan diri dengan satu istri. Dari situ, penulis mengeksplorasi argumen-argumen doktrin Islam tentang monogami yang menurut saya argumen tersebut mendekonstruksi argumen tentang poligami dalam Islam.
Seperti diketahui, biasanya para pelaku poligami membenarkan perbuatannya tersebut pada dua hal: Alquran
Sementara ayat Alquran yang menjadi acuan poligami itu pun titik tekannya pada sikap suami yang bisa berlaku adil, bukan pada bolehnya praktek poligami tersebut. Sikap adil susah sekali ukurannya karena sangat melibatkan perasaan, tidak hanya kepuasan materi dan seksual semata. Anugerah perasaan inilah yang merupakan salah satu kelebihan manusia. Seperti yang diulas dengan bagus oleh Bintu Syathi Aisyah Abdurrahman dalam bukunya Istri-istri Nabi, kehidupan istri-istri Nabi saja tak sepenuhnya harmonis, malah cenderung penuh intrik dan saling cemburu karena mereka saling bersaing untuk memperebutkan perhatian Nabi. Untuk sekualitas lelaki seperti Nabi saja, yang banyak diberi kelebihan oleh Allah, Beliau cukup kerepotan mengelola perasaan dan menghadapi isteri-isterinya. Apalagi untuk manusia biasa seperti kita semua. Karena itu kata penulis, kita ini bukan Nabi, isteri kita pun bukan Aisyah. Makanya jangan coba-coba berpoligami. (hal 238)
Di tengah komunitas yang menjadikan poligami sebagai praktek yang lazim, penulis mengakui, banyak yang bertanya kenapa ia tak berpoligami. Dengan memarodikan lagu Aa Gym, penulis menjawab:
Jagalah istri, jangan kau sakiti Sayangi istri, amanah ilahi Bila diri kian bersih, satu isteri terasa lebih Bila bisa jaga diri, tidak perlu menikah lagi
Bila suami berpoligami Dakwah akan terbebani Demarketing menjadi jadi Dakwah bisa dibenci
Jagalah istri, jangan khianati Jagalah diri, tak perlu poligami
Buku ini jelas-jelas diperuntukkan untuk suami baik yang punya niat berpoligami atau tetap monogami. Bagi yang berniat poligami, setelah membaca buku ini pasti tak akan jadi menambah istrinya. Bagi yang setia dengan satu istri, pasti akan semakin membahagiakan istrinya. Bagi yang sudah berpoligami, ada dua kemungkinan: membenarkan atau menolak mentah-mentah isi buku ini. Yang pasti buku ini jelas pesannya seperti kelihatan dari judulnya: ”Bahagiakan Diri dengan Satu Istri”.
Tentu saja buku ini tak hanya layak dibaca para suami atau lelaki meski isinya memang lebih banyak diperuntukkan untuk kaum Adam. Bagi perempuan pun, buku ini sangat bermanfaat karena banyak kiat dan nasihat agar para istri tidak dipoligami. Sayang sekali, bukunya sangat sulit untuk didapatkan sekarang. Salut untuk Ustadz Cahyadi.
No comments:
Post a Comment