Sewaktu hujan menumpas malam
hingga bulanpun tenggelam
aku mengembara gemuruh kesunyian
menjemput fajar demi fajar
dari upuk hatimu yang jauh
Kepedihan telah kau hanguskan
dengan lelehan sinar mata
mulut telah kau jejali lumpur
yang menutup semua ungkapan panjang hasratku
Ditangga kelam ke-enam
bersama jerit pipit melintas
dengan jari ku lukis wajahmu
tapi... mungkinkah ku tulis garis di atas air
Dari ambang kehidupan yang luka
dalam kekosongan gemuruh jiwa
aku terus meyusun jalan perih
melayang dalam badai
Sementara...pertanyaan telah menggenang
menjadi laut
dan kucoba mengailnya satu persatu:
Dimana rasa...
Dimana asmara...
Dimana cinta...
Aku masih tak mengerti
berdiri memandang ombak ke arahmu
yang terselubung bunga dan fatamorgana
Terkerat kenangan berkelok-kelok
seperti genangan waktu
akupun menyisih bersama waktu
kuikuti cahaya temaram
batinku menyala
sampai kupahami
bahasa yang dikirim mata
Untuk "kekasih" yang tak pernah menjadi kekasih
Bogor, januari 1997
No comments:
Post a Comment